Tuesday, January 17, 2012

Membangun Karo Itu Mudah!

Ada yang berpendapat bahwa membangun Kabupaten Karo itu mudah! Alasannya sederhana: masyarakatnya telah maju; mereka telah memiliki kemampuan untuk membangun diri sendiri. Karena itu, membangun Karo tidaklah lagi memerlukan konsep dan disain rancangan pembangunan yang complicated. Pemerintah secara sederhana cukup membangun infrastruktur (utamanya jalan raya), serta memberikan dukungan untuk memperlancar usaha-usaha yang telah dan akan dilakukan sektor swasta dan masyarakat dalam pembangunan.

Modal Sosial

Siapa yang mempercayai pendapat itu? Menjawab pertanyaan itu, ada dua kelompok: Kelompok optimis dan kelompok pesimis yang memiliki sikap yang berbeda. Kelompok optimis diwakili oleh orang-orang yang senantiasa berfikir positif atas situasi kondisi di Kabupaten Karo. Menurut mereka, setiap masalah yang dihadapi dapat diatasi asal bersedia secara bersama-sama saling membahu mulai dari mengenal, menyusun strategi hingga mengatasi masalah.

Dengan memakai ungkapan lain, ada yang menyatakan masyarakat Karo memiliki modal sosial yang kuat. Modal sosial yang kuat ini cukup sebagai bekal untuk membangun diri mengejar ketertinggalan dari masyarakat lain. Yang penting masyarakat dengan pemimpin memiliki visi untuk membangun dirinya, arah yang harus dituju untuk mencapai kemajuan yang dicita-citakan. Kesemua ini didukung oleh kepemilikan akan sumber daya ekonomi yang cukup yang didukung dengan sumber daya alam yang potensial. Maka sebenarnya bekal untuk membangun Kabupaten Karo sudah cukup tanpa harus menunggu uluran tangan pihak lain.

Kelompok pesimis dari dulu hingga hari ini tidak pernah melihat potensi besar Kabupaten Karo untuk maju melebihi daerah-daerah lainnya. Alasannya banyak, namun yang terutama adalah ketidakmampuan masyarakat dan pemerintah Karo untuk merumuskan masalah. Alasan lainnya ACC (Anceng Cian dan Cikurak-Sikap usil iri dan suka membicarakan keburukan orang). Sikap ini telah menghalangi kemampuan untuk melihat dan mengatasi masalah. Yang paling sering muncul dari situasi ACC ini adalah siapa pun yang berinisiatif segera dilihat sebagai “masalah” sehingga setiap orang cenderung tidak bersedia ambil inisiatif agar tidak dituding sebagai “problem maker”. Kelompok ini terlalu suka untuk mengasumsikan bahwa seolah-olah orang Karo tidak mampu berubah. Atas dasar asumsi itu, mereka kemudian mengatakan susah membangun Karo, karena itu tidak usah dibangun!

Peran Pemerintah

Pasti dukungan dari pemerintah daerah diperlukan untuk membangun. Pemerintah Daerah harus kreatif untuk menggunakan potensi yang ada menjadi menjadi berbagai produk yang mendukung proses pembangunan atau bernilai ekonomis. Konkritnya potensi yang ada seharusnya dirubahwujudkan menjadi infrastruktur untuk mendukung proses pembangunan, dan proses pembangunan sendiri sekaligus menghasilkan berbagai hal yang bernilai ekonomi dan meciptakan kesempatan bagi masyarakat mengakumulasi modal.

Peran pemerintah daerah adalah menciptakan kesempatan dan mendorong masyarakat untuk membangun dirinya. Soal ini tampaknya sangat abstrak. Namun, bagi mereka yang memiliki pemahaman tentang proses pemerintahan dan hasil-hasil yang dapat diproduk olehnya, segera tahu apa yang harus dilakukan. Namun bagi mereka yang tidak memahaminya, akan menghadapi masalah yang pelik. Ibarat menunggang kuda, hanya mereka yang terbiasa yang mampu memanfaatkannya sebagai kenderaan untuk maju ke depan. Bagi yang tidak tahu, salah-salah mereka yang akan terjungkal!

Yang paling sering terjadi adalah mereka yang ada dalam organisasi pemerintahan daerah lebih suka membiarkan kuda tertambat di tempatnya ketimbang menunggang untuk bergerak maju, karena takut salah menunggang dan terjungkal. Maka pemerintah hanya jalan ditempat: fokusnya hanya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rutin sambil mendapatkan rente untuk kepentingan pribadi.

Peran Pemimpin Lokal

Setiap orang, tanpa harus mengundang tenaga ahli akan berkata bahwa pemimpin lokal punya peran strategis untuk membangun masyarakat. Peran utamanya adalah memberikan inspirasi untuk membangun dan mendorong masyarakat. Maka yang utama peran pemimpin dalam membangun Karo ke depan adalah berdialog dengan masyarakat hari demi hari tentang satu masalah hingga ke masalah lain. Berdasarkan hasil percakapan tersebut pemimpin mulai merancang upaya untuk memecahkan masalah secara tulus dan berkelanjutan hingga masalah dapat diatasi.

Dalam memecahkan masalah pemimpin harus berada di depan menjadi figur anutan masyarakat. Pemimpin justru harus berpantang menciptakan masalah (problem maker) di hadapan masyarakat. Mereka harus memberikan inspirasi bagi setiap orang yang melihatnya bahwa semua orang berkesempatan dan mampu mengatasi masalahnya masing-masing hingga seluruh anggota masyarakat berkemampuan mengatasi masalahnya.

Kabar yang terdengar lamat-lamat dari tanah Karo adalah bahwa pimpinan puncak lokal tidak berniat menjadikan jabatannya sebagai sumber ekonomi melainkan sumber peluang untuk memperbaiki pemerintahan. Karena itu, pemimpin berusaha memperlihatkan ciri-ciri pemimpin yang baik yakni tegas dan tanggap terhadap setiap situasi. Namun, respons yang muncul dari berbagai orang yang selama ini ikut terlibat dalam proses pemerintahan adalah enggan mengambil inisiatif dengan alasan tidak bersedia menanggung risiko mendapatkan sanksi dari atasan. Ini merupakan respons khas kaum pesimis.

Situasi ini terasa ganjil, namun manusiawi. Karena itu, mari secara bersama-sama menghindari keganjilan ini dengan melihat bahwa membangun Tanah Karo itu pada hakekatnya mudah jika ada kebersamaan. Dengan demikian, tidak ada yang terbebani dengan berbagai kemungkinan hal buruk yang menimpa ketika dia sedang berjuang untuk membangun untuk kepentingan bersama.

Mengapa membangun Kabupaten Karo itu mudah? Karena yang perlu disiapkan yang utama dan terutama adalah hanya berupa rancangan membangun dan memperbaiki infrastruktur dan disain dukungan pemerintah terhadap usaha-usaha yang dilakukan masyarakat. Setelah itu, ajak masyarakat secara bersama-sama membangun Tanah Karo tercinta tanpa ACC! (Harian Sinar Indonesia Baru, 16 Januari 2012, Hal.13)