Pemilihan Gubernur Sumatera Utara kali ini terasa istimewa. Ini adalah pertama kalinya masyarakat secara langsung memilih sendiri Gubernurnya. Masyarakat yang pada sistem pemilihan lama banyak menuding bahwa pemilihan yang dilakukan oleh para anggota DPRD tidak mewakili aspirasi, akan diuji kemampuannya untuk memilih calon terbaik.
Apakah masyarakat mampu memilih calon terbaik ? Jawabannya akan ditemukan beberapa hari setelah tanggal 16 April 2008. Jawaban yang paling nyata adalah ketika Gubernur terpilih mulai bertugas. Disitu akan dapat dilihat apakah dia menjalankan kewenangannya sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat ataukah kepentingan dirinya sendiri.
Karena itu, sebelum memilih ada baiknya kita mengingat-ingat kemungkinan beberapa jebakan yang menyebabkan kita salah dalam memilih.
Primordialisme
Jebakan pertama yang dapat menyebabkan masyarakat tidak berhasil calon yang terbaik adalah paternalisme. Beberapa pengamat di Sumatera Utara telah wanti-wanti atas kemungkinan jebakan ini.
Hitung-hitungan semacam ini belum pasti benar. Kelompok-kelompok agama telah semakin dewasa. Mereka kian telah mampu memisahkan antara label agama dengan perilaku kekuasaan. Telah terlalu banyak bukti untuk menunjukkan bahwa seseorang akan membelakangi ajaran agamanya ketika berhadapan dengan kepentingan praktis kekuasaan.
Kelompok-kelompok etnik juga cenderung tersekat-sekat karena berbagai pertimbangan. Masyarakat Sumatera Utara yang mengalami pembelahan saling silang secara sosial tidak dengan sendirinya akan memilih calon dengan etnisitas yang sama. Skenario lain adalah faktor pengalaman masa lalu memiliki pemerintah yang kentall dengan ikatan etnisitas sehingga ada nama-nama yang berasal dari etnik tertentu justru berusaha dihindari. Disamping itu, perlu diperhatikan bahwa di Sumatera Utara tidak ada etnik yang dominan yang gabungan suaranya pasti dapat memenangkan calon. Apalagi, ada beberapa calon dari pasangan calon yang berasal dari etnik yang sama. Sehingga suara kelompok etnik yang dimaksud juga akan menyebar.
Namun, berdasarkan info dari “curi-dengar” beberapa diskusi di warung pinggir jalan, obrolan antartetangga, hingga obrolan di kantor tampaknya jebakan primodialisme tiba-tiba bisa berpengaruh. Kalau faktor ini berpengaruh maka peluang terpilihnya calon yang “not excellent” bisa terjadi.
Money Politic
Jebakan lainnya adalah politik uang (money politic). Jika masyarakat memang benar-benar dapat dikendalikan dengan uang, maka jelas masyarakat akan memilih mereka yang paling “pemurah” menghambur-hamburkan uang. Namun ada kasus pemilihan, dimana pemilih ternyata tidak tergoda dengan uang. Mereka terima uang, namun mereka pilih sesuai dengan nuraninya.
Perlu dicermati juga bahwa petugas penghitung suara dan pengawas bisa ikut melakukan penyelewengan dalam penghitungan untuk memenangkan calon yang “membeli”nya.
Kekerasan
Tekanan yang sama bisa terjadi terhadap masyarakat pemilih. Upaya yang dilakukan untuk menghindarinya adalah berusaha ikut larut kedalam kelompok-kelompok sosial, termasuk kelompok ketetanggaan. Bersama-sama dengan kelompok dapat dibangun kesepakatan untuk saling menjaga walaupun preferensi pilihan kemungkinan berbeda.
Pihak kepolisian telah menyatakan sikap tegas bahwa tidak akan memberikan toleransi terhadap pelaku kekerasan. Terbetik kabar bahwa penembak jitu juga telah disiapkan untuk mengantisipasi munculnya kekerasan.
Siapa yang layak Dipilih ?
Perlu pula diketahui bahwa sang calon tidak sedang menggunungkan hutang selama mengikuti proses Pilkada. Semua orang tahu bahwa jika ada hutang semasa Pilkada, maka pembayaran utang pasti bersumber dari pekerjaan dan jabatannya. Informasi semacam ini mudah diperoleh dari rekanan kerja sang calon selama ini. Melalui rekanan kerjanya ini para pemilih dapat mengetahui apakah sang calon termasuk ganas atau tidak melahap anggaran pembangunan. Terkadang bisa pula diperoleh informasi tentang orang-orang yang menalangi segenap biaya atau belanja yang diperlukan sang calon selama melakukan hubungan dengan partai politik, sosialisasi hingga kampanye.
Pertimbangan lainnya adalah menyangkut visi sang calon terhadap reformasi birokrasi. Sebagian besar orang tahu bahwa masalah yang paling besar dalam pemerintahan kita adalah keburukan birokrasi pemerintahan. Hingga saat ini kita belum memiliki birokrasi yang berdisiplin, effisien dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Maka calon yang memiliki visi yang jelas dan terukur dalam hal reformasi birokrasi tentu perlu dipertimbangkan untuk dipilih.
Akhirnya, beberapa hari lagi kita akan memilih. Pilihan kita menentukan masa depan Provinsi Sumatera Utara selama 5 tahun ke depan. Mari bersama-sama menjadikan masa depan adalah milik kita, bukan milik penunggang-penunggang kekuasaan mempertunjukkan sepak-terjangnya dan berpesta-ria dengan segala kemewahan yang kian memiskinkan rakyat.